Cara Berkhotbah yang Baik
Nama : Joshua Umboh
NIM : 201541100
NIM : 201541100
Di dalam
Gereja Evangelis (Injil) khotbah itu mempunyai tempat yang sentral, karena
tugas Gereja yang utama ialah mengabarkan Firman Tuhan di dalam dunia. Biarpun
kesaksian Gereja tidak terdiri atas perkataan saja (kerygma dan didache),
melainkan berbentuk persekutuan (koinonia)
dan pelayanan (diakonia) juga, namun
perkataan Injil tugas yang utama daripada saksi-saksi Kristus.
Jelaslah bahwa Alkitab sendiri harus
selalu menjadi dasar khotbah. Dalam pemilihan nats khotbah haruslah
memperhatkan Perikop-perikop. Pembaru
Gereja Martin Luther menyuruh pendeta-pendeta supaya berpegang pada peraturan
perikop, yaitu berkhotbah tentang nats yang telah ditentukan oleh Gereja.
Peraturan perikop masih diturut dalam Gereja Lutheran pada masa sekarang.
Berikutnya ialah Khotbah deretan. Dengan
cara demikian jemaat mendengar dan mengikuti pemberitaan yang bulat dari saksi
yang tertentu. Tegasnya, si pengkhotbah tidak dibiarkan memilih nats-nats yang
digemarinya saja dan berkisar di sekitar pokok-pokok perhatiannya saja. Mungkin
pendeta dan jemaat dapat mengerti ciri khas dan tujuan suatu kitab dan
pengarangnya dengan lebih baik, kalau berturut-turut mendengarkan dan diberi
tafsiran dari perkataan kesaksian yang tertentu. Lalu ada Pemilihan nats bebas. Cara ini juga ada baiknya, yaitu kita dipaksa
selalu memikirkan Alkitab berhubungan dengan keadaan masa, peristiwa-peristiwa
dalam masyarakat dan pengalaman-pengalaman jemaat.
Dalam pelaksanaan khotbah harus
memperhatikan tentang improvisasi,
meditasi dan hal menulis khotbah.
Ada pengkhotbah yang menyatakan bahwa mereka tidak mengadakan persiapan
dulu untuk khotbah mereka, melainkan cenderung kepada cara improvisasi ( atau ex tempore)
saja, mengemukakan pikiran yang baru timbul ketika berdiri di atas mimbar.
Tentulah cara ini tidak dapat disetujui sesudah membaca apa yang diuraikan
tentang wujud khotbah dan usaha melakukan hermeneutika yang bertanggung jawab.
Karena bentuk khotbah ditentukan oleh isinya, maka sudah barang tentu ketika meditasi itu sudah terbayang-bayang
bagaimana kira-kira susunan khotbah dengan bagiannya masing-masing, titik
beratnya, tujuannya, contoh-contoh dan sebagainya.
Mengenai penggunaan bahasa dalam
khotbah. Tiap-tiap orang sebenarnya mempunyai gaya bahasa yang tersendiri,
artinya caranya membentuk kalimat-kalimat dan corak yang memberikan kepada
pikirannya berbeda dari cara orang lain. Jadi bahasa dan susunan kita harus
menjadi sederhana, bukan dalam arti
“primitif” atau “kurang bermakna”
melainkan dalam arti yang terang, jelas, gampang dimengerti oleh banyak
orang. Kalimat-kalimat tidak boleh terlalu panjang, dan segala kata-kata asing,
istilah teologi yang tidak umum dan kutipan-kutipan dalam bahasa asing patut
dielakkan. Tetapi panjang khotbah tidak
dapat diberi peraturan yang tetap. Yang lazim didengar pada masa kini ialah
khotbah di antara 15 dan 45 menit. Yang utama ialah bukan lamanya kita
berkhotbah, melainkan supaya khotbah berisi berisi perhatian orang tertarik
oleh Firman Tuhan.
Cara menyampaikan khotbah
berhubungan dengan raut wajah, gerak tubuh dan suara pengkhotbah. Penggunaan
wajah, tubuh dan suara kadang-kadang lebih berdampak daripada isi yang kita katakan.
Tubuh kita berbicara bersama mulut kita, dan kita perlu menjadikannya seimbang.
Jagalah agar wajah kita tetap ramah. Jangan berkhotbah dengan marah-marah.
Ingatlah, kita sedang menyampaikan anugrah Tuhan dan wajah kita harus
mencerminkan kemurahan-Nya. Perhatikan agar wajah kita tetap bersukacita, bukan
berdukacita. Ingat, kita adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dan sedang
menyampaikan berita pembebasan. Wajah yang kelihatan menderita akan melemahkan
berita sukacita yang kita sampaikan.
Comments
Post a Comment