DIKSI #1 : Mereka Yang Terlibat


Mereka Yang Terlibat
Terkikis abrasi pikirannya, tak tau jumpa apa pada akhirnya. Begitulah Ivan membuat dirinya tertegun melihat plastik terbang melewatinya dibawah angin seperti harapanmu yang terus terbang entah mendarat ke hati siapa yang berkenan menjadi pangkuannya.
What’s App-nya berdering pertanda ada pesan masuk.
‘Van, yuk kampus.’, suatu tulisan bersifat membujuk (biasa disebut kalimat persuasif) kiriman dari teman Ivan bernama Maji.
“Malas ah Ji, pasti dosen malas masuk, kecewa gua”, begitulah dibalas Ivan beserta emoticon pengindah isi pesan.
“Dosennya atau kamu yang malas masuk?’, singgung Maji pada Ivan.
“Hahahah, okelah. Tunggu gue mau siap-siap”, balas Ivan menutup percakapannya sama seperti kamu yang menutup hubungan kita dengan kata tunggu (bagi sebagian orang, tunggu adalah rela yang berharap ditidakkan untuk didengar).
Keadaan kampus adalah suatu fatamorgana bak tiada kenihilan tugas yang berdatangan dan tak kunjung bertemu ujungnya. Tapi Maya adalah sisi positif dari fatamorgana itu sendiri. Dia adalah alkisah yang tidak pernah dicapai, dongeng yang tak pernah mulai ceritanya dan legenda si penghambat alam semesta.  
Pada barisan masuk kampus, tampak Maji memulai perjuangannya dengan kalimat, “Selamat Pagi Maya.” Sapa Maji pada seekor anjing berjenis Akita bernama Maya. Maya selalu mengawasi setiap mahasiswa yang masuk kampus. Mungkin Maya adalah jelmaan Pak Tono yang adalah tuannya dan juga Satuan Pengamanan di kampus. Lucunya seekor Maya menjadi moodboster sendiri buat Maji.
Maji dikenal sebagai seorang laki-laki yang kurus, penyayang binatang tapi tidak terlalu larut dalam kerepotan percintaan. Penggemar permainan gawai dan aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan. Maji berkeyakinan bahwa pasti ada waktu untuk menyebarluastinggidalamkan kisah percintaannya. Baginya kehidupan percintaan belum bisa menjadi prioritasnya karena masih ingin menaruh hati pada Mobile Legend dan PUBG. Mungkin tipe perempuan yang ia idamkan seperti Miya atau Lunox berharap nantinya ada savage berbunyi dalam hatinya dan Chicken Dinner pada akhirnya.
Lain halnya dengan Ivan, seorang cowok berbadan gempal, berambut panjang, menyukai musik beraliran jazz. Menggemari ilmu mengelabui, tapi tidak bagi temannya, Maji. Menyukai musik Jazz  membuatnya mudah tertidur pada situasi apapun. Kelas pun kerap menjadi arenanya untuk melakukan aksi musikalnya. Berbeda dengan Maji, Ivan acapkali berspekulasi ria dengan praktek percintaanya. Baginya cinta tidak memiliki proses, yang ada hanyalah momentum saja. Proses hanya gaungan halusinasi yang pada konklusinya menggalangi improvisasi penyatuan hati.
Suasana ruang kuliah menjadi sangat hening, yah dikarenakan kelas telah usai. Siapa lagi yang mau berada di ruang kuliah kalau sudah tidak ada lagi kelas. Menjadi kebiasaan Maji dan Ivan singgah di kantin kampus waktu kelas telah usai. Kopi hitam menjadi moderator perbincangan mereka... selalu. Lewat pahitnya kopi, para pria itu dibuat menjadi manusia penyebar informasi paling ampuh. Bagi Ivan, dalam perbincangan dengan Maji beserta kopinya, tidak pernah ia melewatkan topik mengenai Natalia. Kaum hawa berkulit kuning langsat, berambut ikal, manis, memiliki lesung pipi, tidak terlalu tegak berdirinya, suka membaca dan berperilaku elok.
Pada saat iklim kantin sedang ramai-ramainya sama seperti cintaku padamu yang berusaha meramaikan diri dengan percobaan kepedulian yang entah tak kenal waktu meskipun telah disenyapsepisunyikan oleh cara mu membalas isi chatku, maka sosok kaum itu muncul tiba-tiba.
Ivan pun,,,

Comments

Popular posts from this blog

Ringkasan Buku Sejarah Pikiran & Praktek Pendidikan Agama Kristen - Robert Boehlke Ph.D

Khotbah mengenai 1 Petrus 3 : 13-22

Laporan PPL 2017 - Gereja Anglikan Batam, 'Church of The True Light